Banyak tulisan-tulisan di berbagai blog yang mengatakan bahwa LDII menganggap orang lain najis. Buktinya, jika masuk masjid LDII, lantainya dipel lagi, karena orang yang bukan warga LDII adalah orang-orang najis.
Ya, pendapat ini ada benarnya, tapi HANYA sebagian. Warga LDII sendiri juga bisa dianggap najis jika masuk ke masjid LDII. Nah bagaimana ini? Kok Warga LDII sendiri tidak boleh masuk ke masjid LDII?
Setidaknya ada dua alasan mengapa masjid LDII dipel:
1. Kebersihan Rutin
Ini yang sering dijumpai di blog-blog yang membela LDII. Alasannya karena memang harus dipel. Dan ini ada benarnya. Saya sering sholat di masjid yang dikelola oleh LDII. Sudah dipel saja kadang masih banyak yang terlewat, masih banyak yang ngotor, masih banyak yang ngeres. Ini karena saking besarnya masjid yang harus dipel. Apalagi kalau tidak dipel? Namun, sayangnya alasan ini sepertinya terlalu dibuat-buat, karena seringkali orang masuk bukan pada jam-jamnya yang seharusnya dilakukan piket ngepel.
2. Kesucian
Sudah merupakan salah satu ketentuan agama, bahwa saat sholat, maka tempat sholat, diri, dan pakaian harus dalam keadaan suci. LDII sangat memperhatikan masalah kesucian ini, karena tanpa menjaga kesucian, maka siksa kubur akan sangat dekat dengan kita.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Thowus, dari Ibnu 'Abbas Rhodiallohu Anhu, bahwa: Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam berjalan melewati dua kuburan lalu Beliau bersabda:
"Keduanya sungguh sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Kemudian Beliau bersabda: "Demikianlah. Adapun yang satu disiksa karena selalu mengadu domba sedang yang satunya lagi tidak bersuci setelah kencing."
Berkata Ibnu 'Abbas Rhodiallohu Anhu: "Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut seraya berkata,: "Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini masih basah".
(HR Bukhori)
Banyak sekali dijumpai, orang-orang tidak benar-benar bersuci setelah kencing. Apalagi di zaman sekarang, khusus laki-laki, yang kencing di WC berdiri. Saat kencing mengenai tempat kencing, hampir dipastikan tempat kencing ini menyiprat ke pakaian. Ini satu hal yang sanagt dijaga di LDII. Oleh karena itulah, LDII tidak menyediakan WC untuk kencing berdiri.
Saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang WC berdiri. Anggaplah semua orang kencing di WC jongkok atau tempat lainnya di mana najis tidak menyiprat ke pakaian, yang artinya pakaian bebas dari najis.
Setelah kita kencing, kita mengguyur sumber kencing kita, dan mensucikan diri kita, biasanya sisa-sisa najis masih ada di kaki, khsusunya di telapak kaki, jika kita tidak menggunakan alas kaki sewaktu bersuci. Dan jika kaki ini kita bawa keluar dari kamar mandi, maka najis ini akan terus terbawa. Belum lagi, jika ada orang mengepel rumah dari kamar mandi yang lantainya banyak terkena najis (dari air kencing), maka keseluruhan rumah bisa dikatakan terkena najis.
Karena itulah, tidak mengherankan jika kita menggunakan sajadah atau tempat sholat yang bersih dari najis. Untuk sholat, cara yang benar adalah bersuci dengan menggunakan alas kaki. Jadi, saat menuju tempat sholat sampai di tempat sholat, kaki tetap dalam keadaan suci (tentunya dengan anggota tubuh yang lain dan juga pakaian yang dikenakan).
Ini yang juga diterapkan di Masjid LDII. Kebanyakan orang yang masuk ke Masjid tidaklah mencuci kaki terlebih dahulu, padahal tidak jelas kakinya dari mana. Termasuk juga saat dia menggunakan sepatu, tidak jelas apakah sepatunya itu suci atau tidak, kecuali memang sudah jela sepatunya itu suci dari najis. Namun kebanyakan orang sulit untuk menjaga kesucian dirinya, terutama alas kakinya.
Masalah menjaga kesucian, terutama alas kaki, juga terjadi di kalangan warga LDII. Tidak semua warga LDII alas kakinya selalu suci, namun saat masuk ke masjid atau musholla, mereka mencuci kaki terlebih dahulu. Ini yang sering tidak dilakukan oleh orang-orang yang bukan warga LDII dan masuk ke masjid LDII. Mereka masuk ke masjid LDII tanpa mencuci kaki dulu. Otomatis, najis tersebut 'menjalar'. Dan wajar, jika pengurus LDI akhirnya membersihkan tempat sholat mereka, bahkan 'rute perjalanan' mereka dari tempat wudhu ke masjid. Orang LDII yang masuk ke masjid LDII tanpa bersuci terlebih dahulu, juga akan diperlakukan seperti itu.
Jadi masalahnya bukan orangnya yang najis secara lahir dan batin, namun dirinya atau fisiknya (bisa warga LDII maupun bukan warga LDII) yang najis, namun bisa disucikan jika mau bersuci.