Jumat, 21 Mei 2010

Harusnya Khotbah Jum'at Bahasa Arab

Banyak anggapan bahwa khotbah di LDII harus menggunakan bahasa Arab. Sebenarnya ini bukanlah hal yang mutlak, bisa saja menggunakan bahasa Indonesia. Namun sebelum menginjak ke sana, ada baiknya kita lihat latar belakang mengapa ada yang menggunakan khotbah basa Arab, ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia.

A. Pengaruh 4 Mazhab

Kita lihat dari 4 mazhab yang dikenal, yaitu Mazhab Hanafi, Mashab Hambali, Mazhab Syafi'i. dan Mazhab Maliki.
  1. Imam Hanafi berpendapat “Boleh Khotbah dengan selain bahasa Arab meskipun mampu berbahasa Arab. Ketentuan ini berlaku untuk orang Arab maupun selain orang Arab”.
  2. Imam Hambali berpendapat “Tidak syah Khotbah dengan selain Bahasa Arab apabila masih ada yang mampu berbahasa Arab”.
  3. Imam Safi’i berpendapat “Disyaratkan rukun-rukun Khotbah menggunakan Bahasa Arab apabila masih ada yang mampu berbahasa Arab. Ketentuan ini berlaku khusus untuk orang Arab saja adapun selain orang Arab tidak disyaratkan”.
  4. Imam Maliki berpendapat “Disyaratkan Khotbah harus menggunakan bahasa Arab meskipun para hadirin yang menghadiri sholat Jum'at tidak mengerti bahasa Arab”.
Dari 4 mazhab tersebut, 2 mazhab mengharuskan menggunakan khotbah bahasa Arab. Dan untuk hati-hatinya, maka LDII menggunakan khotbah bahasa arab sebelum sholat Jum'at. Salahkah jika kita menekankan sikap mutawarik/hati-hati? Bukankah dengan sikap hati-hati inilah yang bisa menyelamatkan kita dari neraka?

B. Bahasa yang digunakan oleh Nabi

Nabi menggunakan khotbah bahasa Arab, sehingga dengan menggunakan bahasa Arab juga, kita aman darikesalahan.

C. Ekspansi

Sewaktu para pengikut Islam mengadakan ekspansi (perluasan) ke negara-negara non-Arab, khotbah Jum'at yang digunakan tetap menggunakan bahasa Arab.

D. Mengerti/Tidaknya Jamaah

Pada musim Haji, jamaah haji sebagian besar bukan dari negara Arab. Tentunya tidak semua jamaah haji bisa berbahasa Arab. Tapi bahasa yang digunakan oleh khotib Jum'at adalah bahasa Arab. Jika mengutamakan mengerti atau tidaknya jamaah haji terhadap bahasa yang digunakan, kita semua tahu bahwa bahasa Inggris adalah bahasa internasiona. Mengapa tidak menggunakan bahasa Inggris saja saat khotbah Jum'at?

Kasus Maryoso

Maryoso adalah nama salah seorang (mantan) warga LDII yang memiliki rencana bisnis untuk menanamkan modal di suatu perusahaasn. Orang yang menanamkan modalnya, dalam jangka waktu tertentu akan diberikan bagi hasil sebagai imbalan atas investasi yang dimasukkan.
Untuk mengumpulkan uang dari para investor tersebut, ada orang-orang yang bekerja sebagai pengepul. Pengepul dijanjikan akan mendapatkan uang komisi jika bisa mendapatkan uang dari para investor.

Salah satu 'iming-iming' yang diberitahukan kepada warga adalah bahwa 'Pengurus saja banyak yang ikut lho, masa sampeyan tidak?' atau hal sejenisnya, yang menyebabkan orang banyak yang mau ikut.

Pada awalnya, rencana berlangsung dengan baik. Para investor menanamkan modalnya dan mendapatkan bagi hasil yang dijanjikan. Karena ada keuntungan, para investor menanamkan modal lebih besar lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi.

Setelah beberapa waktu berjalan, ternyata keuntungan tidak keluar lagi. Alasannya bermacam-macam. Perusahaan sedang bermasalah lah, perusahaan saat itu tidak untung, dll.

Usut punya usut, ternyata uang yang diberikan kepada para investor yang diakui sebagai uang bagi hasil itu adalah uang dari investor baru, yang diberikan kepada investor lama. Bisa dikatakan, gali lubang tutup lubang. Dan ini baru diketahui belakangan setelah beberapa lama.

Uang bagi hasil tidak keluar, banyak orang yang mulai curiga. Investor dalam bisnis ini ada yang nilainya berkisar hanya ratusan ribu, jutaan, namun ada juga yang mencapai milyaran. Bahkan ada yang menjual tanah dan rumahnya segala.

Bisnis seperti ini bukan hanya terjadi di bisnis Maryoso, namun juga sudah 'populer' di kalangan umum. Untuk lebih jelasnya, bisnis seperti ini disebut dengan Ponzi Scheme. Anda bisearching di Google untuk mencari tahu lebih jelas mengenai Ponzi Scheme ini, yang intinya adalah usaha 'gali lubang tutup lubang', uang dari investor baru digunakan untuk membayar investor lama.

Kelihatannya, banyak orang, terutama warga LDII yang tertipu bisnis ini. Ya, memang menyedihkan. Namun aksi orang-orang ini yang membuat blog dan mengaitkan-ngaitkan bahwa pengurus LDII yang mempelopori kasus Maryoso adalah sangat tidak bisa diterima. Para pengepul yang banyak berasal dari para pengurus dan para pengepul berusaha sekeras mungkin untuk mengembalikan uang para investor, bahkan banyak yang melunasi dengan menjual harta kekayaannya. Sudah berusaha mati-matian seperti ini, tetap saja ada pihak-pihak yang semakin membuat para pengurus dan para pengepul itu 'sakit'.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana kabarnya Maryoso? Orang-orang yang sakit hati mengatakan bahwa 'LDII menyembunyikan Maryoso'. Padahal, Maryoso sudah entah dari kapan, 'menghilang' dari LDII. Sampai saat ini tidak ada yang tahu di mana keberadaannya.

LDII Khawarij

LDII Kawarij!

Itulah yang seringkali didengung-dengungkan para mantan warga LDII, orang-orang yang keluar dari LDII karena masalah yang mereka dapat di LDII (yang sebenarnya kebanyakan karena kesalahan mereka sendiri).

Singkat cerita, mereka mengatakan bahwa LDII adalah khawarij. Alasannya adalah karena mengkafir-kafirkan golongan Islam lain selain golongannya.

Tapi...sayangnya mereka tidak melihat diri mereka sendiri. Ibarat semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan. Mereka lupa akan diri mereka sendiri.

Kebanyakan dari orang-orang yang keluar dari LDII dan menjelek-jelekkan LDII masuk ke aliran Salafi. Di sini, saya tidak mau menjelekkan aliran Salafi sendiri, karena banyak juga orang Salafi yang baik dan tidak mau menghina golongan lain. Jadi sekali lagi, yang inigin saya sorot di sini adalah para mantan warga LDII yang keluar dari LDII dan menjelek-jelekkan LDII. Saya tidak akan membuat postingan ini jika mereka tidak memulai. Saya tidak takut LDII kehabisan massa, saya hanya takut orang-orang yang ingin mencari kebenaran, jadi mental karena orang-orang biadab ini.

Kembali ke topik semula, tentang masalah mereka mengatakan bahwa orang LDII itu khawarij, menganggap orang lain selain golongannya adalah kafir. Mereka mengatakan bahwa kamilah yang benar, yang berpegang pada manhaj salafi.

Salafy pada zaman dahulu dimaksudkan untuk menyebut para ulama sholih. Sesuai definisinya:

Salaf (bahasa Arab: السلف الصلح Salafis-sholih) adalah generasi pertama dari kalangan sahabat dan tabi'in yang berada di atas agama, yang selamat dan bersih dengan wahyu Alloh. Yang selanutnya Salafy ini juga ditujukan kepada orang-orang yang mengajarkan agama Islam secara murni.

Ini sangat berbeda dengan orang-orang mantan LDII yang ikut Salafy Indonesia. Penamaan Salafy itu adalah berlaku secara umum, untuk semua orang ISlam yang memurnikah agama Alloh, jadi bisa diterapkan bagi golongan manapun. Sedangkan mereka menggunakan Salafi untuk golongan mereka sendiri dan mengatakan bahwa kamilah yang benar, yang berpegang pada manhaj salafi.

Artinya jelas, para mantan warga LDII mengganggap bahwa orang-orang di luar kepahaman mereka adalah KAFIR, merekalah yang khawarij, bukan LDII.

Jumat, 07 Mei 2010

Masuk Masjid LDII, Lantai Dipel

Banyak tulisan-tulisan di berbagai blog yang mengatakan bahwa LDII menganggap orang lain najis. Buktinya, jika masuk masjid LDII, lantainya dipel lagi, karena orang yang bukan warga LDII adalah orang-orang najis.


Ya, pendapat ini ada benarnya, tapi HANYA sebagian. Warga LDII sendiri juga bisa dianggap najis jika masuk ke masjid LDII. Nah bagaimana ini? Kok Warga LDII sendiri tidak boleh masuk ke masjid LDII?


Setidaknya ada dua alasan mengapa masjid LDII dipel:


1. Kebersihan Rutin


Ini yang sering dijumpai di blog-blog yang membela LDII. Alasannya karena memang harus dipel. Dan ini ada benarnya. Saya sering sholat di masjid yang dikelola oleh LDII. Sudah dipel saja kadang masih banyak yang terlewat, masih banyak yang ngotor, masih banyak yang ngeres. Ini karena saking besarnya masjid yang harus dipel. Apalagi kalau tidak dipel? Namun, sayangnya alasan ini sepertinya terlalu dibuat-buat, karena seringkali orang masuk bukan pada jam-jamnya yang seharusnya dilakukan piket ngepel.


2. Kesucian


Sudah merupakan salah satu ketentuan agama, bahwa saat sholat, maka tempat sholat, diri, dan pakaian harus dalam keadaan suci. LDII sangat memperhatikan masalah kesucian ini, karena tanpa menjaga kesucian, maka siksa kubur akan sangat dekat dengan kita.


حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا


Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Thowus, dari Ibnu 'Abbas Rhodiallohu Anhu, bahwa: Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam berjalan melewati dua kuburan lalu Beliau bersabda:


"Keduanya sungguh sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan karena berbuat dosa besar. Kemudian Beliau bersabda: "Demikianlah. Adapun yang satu disiksa karena selalu mengadu domba sedang yang satunya lagi tidak bersuci setelah kencing."


Berkata Ibnu 'Abbas Rhodiallohu Anhu: "Kemudian Beliau mengambil sebatang dahan kurma lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut seraya berkata,: "Semoga diringankan (siksanya) selama batang pohon ini masih basah".


(HR Bukhori)


Banyak sekali dijumpai, orang-orang tidak benar-benar bersuci setelah kencing. Apalagi di zaman sekarang, khusus laki-laki, yang kencing di WC berdiri. Saat kencing mengenai tempat kencing, hampir dipastikan tempat kencing ini menyiprat ke pakaian. Ini satu hal yang sanagt dijaga di LDII. Oleh karena itulah, LDII tidak menyediakan WC untuk kencing berdiri.


Saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang WC berdiri. Anggaplah semua orang kencing di WC jongkok atau tempat lainnya di mana najis tidak menyiprat ke pakaian, yang artinya pakaian bebas dari najis.


Setelah kita kencing, kita mengguyur sumber kencing kita, dan mensucikan diri kita, biasanya sisa-sisa najis masih ada di kaki, khsusunya di telapak kaki, jika kita tidak menggunakan alas kaki sewaktu bersuci. Dan jika kaki ini kita bawa keluar dari kamar mandi, maka najis ini akan terus terbawa. Belum lagi, jika ada orang mengepel rumah dari kamar mandi yang lantainya banyak terkena najis (dari air kencing), maka keseluruhan rumah bisa dikatakan terkena najis.


Karena itulah, tidak mengherankan jika kita menggunakan sajadah atau tempat sholat yang bersih dari najis. Untuk sholat, cara yang benar adalah bersuci dengan menggunakan alas kaki. Jadi, saat menuju tempat sholat sampai di tempat sholat, kaki tetap dalam keadaan suci (tentunya dengan anggota tubuh yang lain dan juga pakaian yang dikenakan).


Ini yang juga diterapkan di Masjid LDII. Kebanyakan orang yang masuk ke Masjid tidaklah mencuci kaki terlebih dahulu, padahal tidak jelas kakinya dari mana. Termasuk juga saat dia menggunakan sepatu, tidak jelas apakah sepatunya itu suci atau tidak, kecuali memang sudah jela sepatunya itu suci dari najis. Namun kebanyakan orang sulit untuk menjaga kesucian dirinya, terutama alas kakinya.


Masalah menjaga kesucian, terutama alas kaki, juga terjadi di kalangan warga LDII. Tidak semua warga LDII alas kakinya selalu suci, namun saat masuk ke masjid atau musholla, mereka mencuci kaki terlebih dahulu. Ini yang sering tidak dilakukan oleh orang-orang yang bukan warga LDII dan masuk ke masjid LDII. Mereka masuk ke masjid LDII tanpa mencuci kaki dulu. Otomatis, najis tersebut 'menjalar'. Dan wajar, jika pengurus LDI akhirnya membersihkan tempat sholat mereka, bahkan 'rute perjalanan' mereka dari tempat wudhu ke masjid. Orang LDII yang masuk ke masjid LDII tanpa bersuci terlebih dahulu, juga akan diperlakukan seperti itu.


Jadi masalahnya bukan orangnya yang najis secara lahir dan batin, namun dirinya atau fisiknya (bisa warga LDII maupun bukan warga LDII) yang najis, namun bisa disucikan jika mau bersuci.

Kamis, 06 Mei 2010

Mengapa Saya Keluar dari LDII

Assalamu 'alaikum

Postingan pertama blog ini adalah untuk menjelaskan, bahwa sebagian besar orang yang menceritakan mengenai kejelekan LDII adalah tidak benar. Umumnya, mereka yang menceritakan kejelekan LDII adalah orang-orang yang sakit hati selama di LDII, kemudian keluar. Keluarnya bukan karena sakit hati masalah agama, namun biasanya urusan lain, misalnya:
  1. Menginginkan jabatan/dapukan tertentu, namun tidak bisa-bisa. Setelah menunggu lama sekali, malah orang lain yangh dipilih untuk jabatan/dapukan itu.
  2. Bisnis dengan sesama orang LDII tidak menghasilkan untung, malah buntung. Ini resiko bisnis, malah menyalahkan karena bisnis sesama warga LDII, jadinya begini.
  3. Kasus Maryoso. Kebetulan sudah dibahas secara khusus di blog anti-waspada354, halaman Kasus Maryoso.
  4. Sakit hati karena lamarannya terhadap warga LDII ditolak
  5. dan kasus-kasus lain yang tidak bisa semuanya saya sebutkan di sini.
Kami menyebut orang-orang ini adalah barisan sakit hati.